“Berburu PAD di Tengah Terik dan Lumpur”
- ASN turun ke lapangan, membaur dengan pekerja tambak garam, pengrajin marmer, dan pelaku pasar murah demi menutup target pendapatan daerah.
SoE, KLtvnews.com — Di tengah panas terik dan lumpur tambak, di antara dentuman palu dan serpihan marmer di Ajobaki, hingga hiruk pikuk pasar murah di pelosok desa, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) kini sedang berpacu dengan waktu. Mereka berburu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan target ambisius sebesar Rp 800 juta sebelum tahun anggaran 2025 berakhir.
Bukan sekadar berburu angka, tetapi juga perjuangan di lapangan — di mana para Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Perindagkop dan UMKM diminta “turun tangan langsung”. Mereka membaur dengan pekerja tambak, ikut menata lapak pasar murah, hingga menarik batu marmer dengan katrol seberat dua hingga tiga ton.
“ASN Dinas harus turun lapangan dan membaur dengan pekerja di lokasi tambak garam, kerajinan marmer, dan pasar murah,”
tegas Kepala Dinas Perindagkop dan UMKM TTS, Yusak Banunaek didampingi Kabid Industri Eni Kristinawati, saat ditemui KLtvnews.com, Rabu (15/10/2025) di Kantor Dinas setempat.

Pasar Murah: Meringankan Rakyat, Menambah PAD
Langkah pertama yang ditempuh dinas ini adalah menggelar pasar murah di berbagai wilayah TTS. Komoditas seperti beras merk Nona Kupang, minyak goreng, garam beryodium, susu dancow dan sabun bubuk disediakan dengan harga di bawah pasar, berkat subsidi pemerintah.
“Besok, Kamis 16 Oktober, kami adakan pasar murah di Desa Laob, Kecamatan Polen — dan itu menjadi lokasi terakhir untuk tahun ini,” ujar Yusak.
Pasar murah bukan sekadar kegiatan sosial. Ia juga menjadi sumber pemasukan daerah, di mana selisih pengelolaan, retribusi, serta volume peredaran barang berkontribusi pada realisasi PAD dinas.
Tambak Garam Toineke: Berjibaku dengan Alam
Sumber PAD kedua adalah Tambak Garam Toineke — lokasi yang setiap tahun menjadi arena perjuangan antara manusia dan alam.
Tambak ini hanya bisa beroperasi empat bulan dalam setahun, dari Agustus hingga November. Selebihnya, luapan banjir datang membawa lumpur, batu, dan kayu, menenggelamkan tambak dan menghentikan produksi.
“Tambak garam Toineke bergantung pada kondisi alam. Saat banjir datang, aktivitas berhenti total,” jelas Yusak.
Namun, di masa singkat itu, para ASN bersama petani garam tetap turun ke lokasi, membantu proses produksi dan memastikan hasil panen garam berkualitas dapat masuk pasar lebih cepat untuk menambah pundi PAD.
Kerajinan Marmer Ajobaki: Ketekunan di Tengah Batu dan Debu
Sementara di Ajobaki, para pengrajin batu marmer berjuang dengan alat sederhana. Batu seberat dua hingga tiga ton ditarik secara manual dari lokasi pengambilan menuju bengkel kerajinan yang jaraknya cukup jauh.
ASN dinas pun ikut turun membantu — bukan sekadar mengawasi, tapi ikut mengkatrol batu dan memotong bahan baku, agar produksi tidak berhenti.
“Prosesnya bisa makan waktu berminggu-minggu. Tapi kami tidak menyerah,” ungkap Yusak.
Dari tangan-tangan terampil itu lahirlah berbagai produk seperti meja, asbak, dan souvenir berbahan marmer. Sayangnya, daya beli masyarakat yang masih rendah membuat penjualan belum maksimal. Meski begitu, aktivitas tetap digiatkan karena sektor ini adalah sumber PAD yang berkelanjutan dan berpotensi besar di masa depan.
84,02 Persen Terealisasi — Perjuangan Belum Usai
Hingga 15 Oktober 2025, realisasi PAD Dinas Perindagkop dan UMKM TTS telah mencapai 84,02 persen, atau sekitar Rp 572.554.000 dari target Rp 800 juta.
Capaian ini dinilai cukup menggembirakan, mengingat sumber pendapatan yang mereka kelola tidak bergantung pada pungutan atau retribusi rutin, melainkan dari kerja nyata di lapangan.
“PAD kami tidak datang dari meja kerja. Kami harus turun, bekerja bersama masyarakat, bahkan kadang mempertaruhkan keselamatan di lokasi tambak atau penambangan,” tutur Yusak lirih, namun penuh keyakinan.
Berburu PAD: Antara Keringat, Harapan, dan Dedikasi
Berburu PAD bukan perkara mudah. Di Dinas Perindagkop dan UMKM TTS, itu berarti berjibaku dengan alam, tenaga, dan waktu.
Ketika dinas lain cukup duduk menghitung retribusi, dinas ini memilih jalan terjal: mengubah lumpur menjadi garam, batu menjadi kerajinan, dan pasar menjadi ruang pemberdayaan ekonomi rakyat.
Dengan sisa waktu kurang dari tiga bulan menuju penutupan tahun anggaran, Yusak Banunaek dan timnya terus menyalakan semangat.
“Mudah-mudahan, dengan kerja keras dan niat baik, target Rp 800 juta bisa kami lampaui,” pungkasnya optimistis.
