Jilid Baru Mega Korupsi RS Pratama Boking: Tembus Tirai Ketidakadilan
SoE, KLtvnews.com – Delapan tahun berlalu sejak proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Boking tahun anggaran 2017 digulirkan. Namun alih-alih menghadirkan layanan kesehatan prima bagi masyarakat pedalaman Timor Tengah Selatan, proyek ini justru menjelma menjadi sebuah ironi: simbol mega korupsi yang menggerogoti uang rakyat hingga Rp16.507.553.888.
Kini, drama korupsi besar itu memasuki jilid barunya. Dalam sidang putusan terbuka yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Kelas IA Kupang pada Rabu, 19 Maret 2025, Majelis Hakim membuka tirai yang selama ini menutupi wajah asli dari praktik kejahatan berjamaah. Hakim Ketua A.A. Gd. Agung Pranata, SH., CN, bersama dua hakim anggota, menyatakan tegas: kasus ini belum selesai.
Tirai Dibuka: Sepuluh Nama Disebut
Dalam pembacaan putusan, Majelis Hakim secara tegas memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk menindaklanjuti keterlibatan sepuluh nama saksi yang dinilai turut bertanggung jawab atas kerugian negara tersebut. Nama-nama yang disebut antara lain:
- Andre Febi Limanto
- Abraham Yehezkiel Tzazaro Limanto
- Linda Dwi Agustin
- Lius Sanjaya
- PT Indah Karya (Persero) sebagai entitas korporasi
- dr. Hosiana In Rantau, selaku Pengguna Anggaran
- Egusem Pieter Tahun, saat itu menjabat Plt. Sekda TTS dan Mantan Bupati
- Jacob E.P. Benu, Mantan Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Setda TTS
- Bondaylola Ferdinan Sirah, Pokja Pelelangan Pengawasan
- Mikha Lodo, Ketua Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP)
Majelis Hakim menilai, berdasarkan fakta-fakta hukum dalam persidangan, terdapat peran nyata dari para saksi tersebut dalam pelaksanaan proyek yang penuh manipulasi ini—mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan.
“Putusan ini bukan hanya untuk menghukum pelaku yang sudah divonis, tetapi untuk menghindari ketimpangan rasa keadilan di masyarakat. Tidak boleh ada pihak yang kebal hukum atau dilindungi oleh aparat,” tegas Ketua Majelis Hakim dalam persidangan.
Gelombang Desakan: Rakyat Tak Lagi Diam

Putusan ini langsung memantik reaksi keras dari masyarakat sipil. Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAKSI), Alfred Baun, dengan lantang mendesak Kejaksaan Tinggi NTT agar segera bergerak.
“Ini bukan sekadar rekomendasi. Ini adalah perintah pengadilan. Jaksa Penuntut Umum wajib menetapkan Egusem Pieter Tahun dan Jacob E.P. Benu sebagai tersangka. Fakta-fakta persidangan sudah terang benderang. Jangan tunggu rakyat turun ke jalan untuk menagih keadilan,” ujarnya kepada KLtvnews.com, Kamis, 17 Juli 2025.
Senada dengan Alfred, Fredik Kase, pengamat kebijakan publik dan anti-korupsi NTT, mendesak sesegera mungkin Kejati NTT menindaklanjuti putusan Majelis Hakim Tipikor Kupang. Jika Kejati NTT lamban bertindak akan memicu gelombang ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
“Kejati harus segera bersikap dan segera menindaklajuti putusan Pengadilan Tipikor Kupang. Karena jika Kejati NTT Apatis akan memicu polemik baru di masyarakat Ini menyangkut kredibilitas institusi hukum kita,” katanya tajam.

Respons Kejaksaan: Menunggu Petunjuk

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri TTS, Sumantri, SH, saat ditemui di ruang kerjanya mengonfirmasi adanya putusan tersebut. Namun ia menyebut, pihaknya masih menunggu petunjuk resmi dari Kejati NTT untuk langkah hukum selanjutnya.
“Kami menghormati keputusan Majelis Hakim. Tapi untuk proses penyidikan lanjutan, kami menunggu arahan dari Kejati untuk langkah hukum selanjutnya,” ujar Sumantri.
Menanti Nyala Obor Keadilan
Kini, sorotan tajam publik mengarah ke Kejaksaan Tinggi NTT. Apakah mereka akan melanjutkan keberanian hakim Tipikor Kupang? Ataukah justru membiarkan keadilan terkubur dalam-dalam bersama dokumen kasus?
Waktu tidak akan menunggu. Setiap hari yang berlalu tanpa tindakan, adalah pengkhianatan baru terhadap rakyat. Babak ini adalah ujian integritas bagi institusi hukum. Dan seperti yang ditegaskan dalam sidang putusan: “Keadilan tidak boleh berhenti di ruang sidang. Ia harus hidup dalam tindakan nyata.” Publik menanti. Dan sejarah tidak pernah lupa. (Polce KLtvnews.com)
