Pembangunan di TTS Stagnan, Mantan Anggota DPRD Beni Banamtuan Beri Tanggapan Menohok
SoE, kltvnews.com – Hingga pertengahan Juni 2025, laju pembangunan fisik di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) mengalami stagnasi yang mencemaskan. Data dari Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Setda TTS menunjukkan bahwa hingga 16 Juni 2025, baru 16 paket proyek yang dilelang dari total kebutuhan proyek bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU), dengan nilai total sebesar Rp 28.158.146.000.
Kondisi ini menuai sorotan dari berbagai pihak, termasuk tokoh publik yang pernah duduk di lembaga legislatif. Salah satunya adalah Benediktus Banamtuan, mantan anggota DPRD TTS periode 2019–2024, yang selama menjabat dikenal vokal dalam mengkritisi kinerja pemerintah daerah.
“Kalau proses dan tahapan tender proyek ingin berjalan normal dan tidak lagi lambat seperti sekarang, maka Pemda TTS harus bertindak tegas,” ujar Beni.
Dalam pernyataan tajamnya, Beni – sapaan akrabnya – menilai bahwa stagnasi pembangunan ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan mencerminkan lemahnya tata kelola dan minimnya pengawasan dalam proses pengadaan proyek.

Menurutnya, ada dua langkah mendesak yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah:
- Monitoring dan Evaluasi Rutin
“Wajib dilakukan monitoring dan evaluasi setiap bulan terhadap dinas pengguna anggaran dan panitia di Unit Layanan Pengadaan (ULP). Ini penting agar proses tidak diulur-ulur secara sengaja demi kepentingan kelompok tertentu,” tegas Beni. - Tindak Tegas Oknum yang Menghambat
Ia juga menekankan pentingnya akuntabilitas personal. “Jika ditemukan hambatan yang bersifat subjektif, misalnya karena kelalaian panitia atau dinas, maka harus diberikan peringatan keras. Kalau perlu, segera diganti. Kita tidak boleh membiarkan kepentingan daerah dikorbankan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.
Kritik ini mencuat di tengah keresahan masyarakat yang menanti realisasi berbagai proyek pembangunan, terutama infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, air bersih, dan fasilitas pendidikan. Lambatnya tender proyek dikhawatirkan akan berdampak langsung pada capaian target pembangunan daerah tahun 2025.
Kini sorotan tertuju pada pemerintah daerah—akankah mereka menindaklanjuti peringatan ini dengan langkah nyata, atau stagnasi ini akan terus membelenggu percepatan pembangunan di Bumi Cendana?
Sebelunya diberitakan, Hingga pertengahan Juni 2025, geliat pembangunan fisik di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) nyaris tak terdengar. Masyarakat yang berharap ada percepatan pembangunan mulai bertanya-tanya, sebab banyak ruas jalan rusak, bangunan sekolah memprihatinkan, dan fasilitas kesehatan belum memadai. Harapan itu seperti tertahan oleh kenyataan pahit: proses lelang proyek fisik di TTS masih sangat lamban.
Data dari Kantor Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Setda TTS per 16 Juni 2025 mencatat bahwa baru 16 paket proyek yang berhasil dilelang dari total puluhan paket yang direncanakan. Nilai lelang mencapai Rp 28,15 miliar dari total pagu anggaran sebesar Rp 35,82 miliar. Sementara Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dari seluruh paket itu sebesar Rp 24,03 miliar, menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp 2,49 miliar. Namun, angka-angka itu belum cukup menjawab kekhawatiran banyak pihak, sebab nyaris seluruh paket lelang tersebut datang dari satu OPD saja yakni Dinas Kesehatan.
Di antara proyek yang sudah rampung proses lelangnya adalah Pembangunan Gedung Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda), Puskesmas Prototype Fatumnasi, Puskesmas Lotas, dan Rumah Dinas Puskesmas Lotas. Sementara beberapa proyek lain seperti Pustu Desa Nuapin, Tublopo, Tumu, Saenam dan Desa Neke masih dalam tahap evaluasi administrasi, kualifikasi teknis dan harga.
“Dokumen Proyek dari OPD lain belum masuk. Kami sudah bersurat kepada masing-masing pimpinan OPD agar secepatnya memasukan dokumen lelang” ujar Kabag BPBJ Setda TTS Yacob Tamu Ama Lai, ST, M.Tech., pada Jumat (20/6/2025).
Kondisi ini cukup memprihatinkan, mengingat masih banyak OPD yang belum menunjukkan pergerakan berarti. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP), Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP), serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K), belum juga menyerahkan dokumen untuk proses lelang. Padahal, dinas-dinas tersebut mengelola proyek strategis dari sumber Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dari Dinas PRKP sendiri, sejauh ini baru satu dokumen masuk, yakni untuk jasa pengawasan pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Pihak BPBJ berharap, keterlambatan ini tidak berlarut-larut hingga berdampak pada progres fisik di lapangan. Pasalnya, jika tidak segera dilelang, maka waktu pelaksanaan proyek akan terdesak, berisiko molor atau bahkan gagal terlaksana sebelum tutup anggaran.
“Semakin cepat dokumen lelang masuk, semakin cepat kita bisa proses, dan proyek bisa mulai dikerjakan di lapangan. Kalau terus terlambat, kita khawatir nanti serapan anggaran rendah dan fisik proyek tertunda,” tutup Yacob.
Waktu terus bergulir, dan masyarakat TTS menanti. Semoga surat-surat yang dilayangkan ke para pimpinan OPD tak sekadar jadi tumpukan kertas di meja kerja. Sebab, pembangunan bukan hanya soal anggaran, tapi soal harapan menuju TTS yang lebih maju dan sejahtera. (polce/kltvnews.com)